“Kaki kaki to nguda ma bok
Di beten cunguhe ken dijagute
Neked ka pipine bek misi ebok
Buin putih buka kapas e”

“Apa Kaki to mula keto
Mabulu uling di mara lekad e?”

“Tusing cening Kaki majenggot reko
Kaki tua mara ya mentik”

Sepenggal tembang yang sering dilantunkan oleh alit-alit (anak-anak) dalam lingkungan masyarakat Bali di era 90-an. Mereka berlakon dan bermain bersama sembari menyanyikan tembang sekar rare tersebut dengan gembiranya. Ada yang berlakon sebagai Kaki, sisanya berlakon sebagai cucu si Kaki. Hanya ada canda tawa tanpa beban, menikmati permainan tradisional yang kian terkikis oleh dempuran kemajuan teknologi. Sungguh suasana yang sangat dirindukan. Ketika berkumpul untuk bermain dan saling mendekatkan diri bukan untuk mencari wifi kemudian menciptakan jiwa yang anti sosial.

undefined
Gambar 1 Anak-anak bermain tembang sekar rare
Sumber : https://images.app.goo.gl/3PhEcU74LbNwmGDn6, 2019

Problematika tidak logis acap kali menimbulkan pernyataan dilematis. Saat ini, tembang sekar rare sangat jarang kita dengarkan. Anak-anak di era sekarang (generasi milenial, kids zaman now) lebih senang berinteraksi dengan gadget maupun game-online dibandingkan berkumpul dengan teman-teman mereka untuk bermain dan berbagi keceriaan bersama. Padahal, jika kita telaah lebih dalam, tembang sekar rare mampu membentuk budi pekerti serta mampu untuk mengeratkan jiwa persahabatan kids zaman now.

Sekar rare merupakan salah satu bagian dari dharma gita (nyanyian tradisional Bali) yang menarik karena jenis tembang ini mengandung cerita tertentu atau dapat berupa nasehat yang mengajarkan kebaikan. Tembang sekar rare ‘Kaki Uban’ ini memberikan pesan moral bahwa seorang anak ibaratnya seperti selembar kertas putih yang masih bersih. Anak-anak sebagai sesosok brahmacari yang perlu belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Dalam tembang ‘Kaki Uban’ menceritakan seorang anak yang masih belum mengetahui mengapa bisa tumbuh rambut putih yang banyak pada wajah si Kakek. “Apakah rambut itu tumbuh pada saat Kakek lahir?”, “Tidak nak, rambut ini tumbuh saat Kakek sudah Tua”. Pada tembang tersebut, si Kakek memberitahukan kepada cucunya bahwa rambut putih yang memenuhi wajahnya itu tumbuh saat Ia sudah tua. Sangat berkesan jika diperhatikan secara lebih dalam.


Eksistensi Sekar Rare di Era Milenial


Bangsa ini sudah tidak dijajah dengan senjata, melainkan dengan teknologi. Gempuran teknologi yang dahsyat telah memberikan kemudahan bagi kehidupan kita. Salah satunya yaitu kemudahan dalam bidang informasi dan teknologi (IT). Namun, generasi milenial yang belum paham betul bagaimana memilih dan memilah informasi ataupun menggunakan teknologi dengan bijak, maka mereka akan cenderung terjerumus dalam hiruk pikuk dampak negatif IT. Mahadahsyatnya era milenial khususnya dibidang informasi dan teknologi membuat generasi milenial mengalami degradasi moral. Mereka menjadi mudah terlena dengan kemudahan IT, seakan-akan membuatnya hanyut dalam arus globalisasi dan kemudian menjadi seseorang yang lupa daratan. Dalam hal ini, kids zaman now akan memiliki pola pikir yang cenderung instan dan menjadi pribadi yang memiliki emosional yang labil sehingga sering bertindak mengikuti ego mereka sendiri.


Saat ini, tembang sekar rare sudah mengalami pergeseran atas filosofinya. Kids zaman now lebih menyukai musik-musik yang memiliki genre hits seperti pop, rock maupun genre musik barat yang lainnya. Sungguh disayangkan, padahal seharusnya generasi penerus bangsa (generasi muda) melestarikan budaya warisan leluhur mereka agar tetap ajeg dan berdiri kokoh, meskipun arus deras globalisasi menerjang dan menenggelamkan negeri ini. Generasi muda sebagai agent of change memiliki peran penting dalam perubahan dan pembangunan suatu negara kearah yang lebih baik. Maka dari itu generasi milenial saat ini harus berbenah dan menanamkan sikap cinta terhadap budaya tanah air khususnya tembang sekar rare. Namun, tidak hanya kesadaran diri dari generasi muda bangsa, seluruh lapisan masyarakat wajib turut serta menuntun generasi milenial kearah yang lebih baik. Mulai dari orang tua, masyarakat desa, warga yang berkasta, golongan yang punya kuasa, hingga insan yang kaya raya. Semua memiliki peran penting dalam pembentukan karakter generasi milenial kita.


Pasraman Doraemon (Dorongan Kecerdasan Emosional) serta Upaya Melestarikan Sekar Rare di Bali


Masyarakat global saat ini secara serius dihadapkan pada pengaruh sistem nilai sekuler dan materialis. Semua lapisan masyarakat baik orangtua, pendidik, agamawan kini tengah menghadapi dilema besar dalam pendidikan, yaitu tentang bagaimana cara terbaik untuk mendidik generasi muda dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan global di masa mendatang. (Zainuddin, 2008:1)


Optimalisasi pasraman merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuh-kembangkan rasa cinta generasi muda terhadap budaya lokal, termasuk melestarikan tembang sekar rare. Melalui lembaga pendidikan non-formal ‘Pasraman Luwih Bagia’ yang berada di Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, Badung misalnya. Operasional Pasraman Luwih Bagia ini sudah berlangsung sejak mulai diresmikannya pada tanggal 21 Desember 2017 di Bale Banjar Anyar, Desa Adat Kuta, Badung. Pasraman Luwih Bagia merupakan pasraman yang dibangun untuk memberikan ruang dan media bagi generasi milenial dalam bermain tembang sekar rare.

undefined                      undefined
Gambar 2 Peresmian Pasraman Luwih                                   Gambar 3 Kegiatan sekar rare pada
Bagia pada tanggal 21 Desember 2017                                  Pasraman Luwih Bagia
Sumber: posbali.id                                                               Sumber: denpostnews.com


Dalam Wikipedia (Maret, 2019) disebutkan bahwa pasraman adalah lembaga pendidikan khusus bidang agama hindu. Pada sekolah formal agama Hindu diajarkan sebatas ilmu pengetahuan, sedangkan di pasraman bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan, melainkan sebagai bentuk latihan disiplin spiritual dan latihan menata hidup yang baik. Kata “Pasraman” berasal dari kata “Asrama” (dikenal dengan sebutan ashram) yaitu artinya tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar atau pendidikan.


Pada Pasraman Luwih Bagia, generasi milenial akan diajak untuk bermain tembang sekar rare bersama sehingga mampu mengeratkan jiwa persahabatan mereka terhadap teman-teman sekitarnya. Melalui permainan tembang sekar rare, kids zaman now akan dilatih mental dan psikisnya dari permainan tersebut sehingga kecerdasan emosional yang dimilikinya akan menjadi lebih terarah dan tidak cenderung memiliki emosi yang labil. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial (Goleman, 2002:512).


Istilah Pasraman Doraemon merujuk pada korelasi antara permainan tradisional yang ada pada Pasraman dengan Dorongan Kecerdasan Emosional (Doraemon). Betapa tidak, di usia muda yang cenderung labil, lebih mudah untuk melakukan sesuatu yang dilihat dan yang didengar. Maka, melalui Pasraman Luwih Bagia yang mengajak generasi milenial untuk melestarikan tembang sekar rare dengan bermain dan menyanyikannya bersama, jika diterapkan oleh generasi milenial, alam bawah sadar mereka akan merekam bagaimana asiknya bermain permainan tradisional yang bahkan saat ini sangat jarang dilakukan. Saat alam bawah sadar bekerja, maka akan terjadi perubahan emosional dalam diri generasi muda. Anak-anak akan menghargai permainan tradisional dan tidak akan mudah untuk meninggalkannya.


Pada era milenial seperti saat ini, seyogianya kita memanfaatkan teknologi dengan bijak agar bisa bermanfaat dalam kehidupan. Rencana kedepan, Pasraman Luwih Bagia akan dibuatkan blog khusus dan nantinya didalam blog tersebut akan berisikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Pasraman Luwih Bagia. Pembuatan blog ini diharapkan mampu untuk memperkenalkan Pasraman Luwih Bagia serta tentunya memperkenalkan permainan tembang sekar rare kepada masyarakat luas.

undefined

Gambar 4 Rencana kedepan blog yang akan dibuat yaitu luwihbagia.blogspot.com


Implementasi Pasraman Luwih Bagia : Berhasil atau Tidak?

 

undefined                            undefined

Gambar 5 Wawancara mengenai                                               Gambar 6 Foto bersama penulis
Pasraman Luwih Bagia bersama                                                dengan narasumber
Bendesa Adat Kuta I Wayan Swarsa

Melalui wawancara dengan Bendesa Adat Kuta, bapak I Wayan Swarsa, hasil yang didapatkan yaitu Pasraman Luwih Bagia berhasil dalam mendidik anak-anak yang ikut pasraman ini yaitu sebanyak tiga sekolah dasar di Kuta, dari mereka yang sebelumnya belum tahu apa itu sekar rare, kemudian mereka menjadi lebih tahu dan lebih sering menyanyikan tembang sekar rare. Terlebih lagi, anak-anak menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus tentang budaya tradisional Hindu di Bali seperti mesatwa Bali. Dalam hal ini, keberadaan Pasraman Luwih Bagia dapat dijadikan sebagai fasilitator kepada generasi milenial dalam melatih mental mereka menjadi lebih terarah seperti bisa membedakan antara mana yang baik dan mana salah, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pasraman ini sangat baik untuk diterapkan.


Dorongan kecerdasan emosional (Doraemon) yang didapatkan dari permainan tembang sekar rare pada Pasraman Luwih Bagia sangatlah potensial untuk dikembangkan. Sebagai lembaga pendidikan non-formal, Pasraman Doraemon dapat dijadikan sebagai wadah yang dapat menumbuh-kembangkan minat generasi milenial dalam pelestarian budaya lokal serta menjadikan kids zaman now sebagai pelopor aksi cinta budaya tanah air. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasraman dapat memperbaiki moral generasi milenial, meningkatkan dorongan kecerdasan emosional (Doraemon) dan sebagai wadah dalam upaya melestarikan tembang sekar rare di era milenial.


Mencermati begitu menariknya cara melestarikan budaya khususnya tembang sekar rare pada Pasraman Luwih Bagia ini, maka seyogianya generasi muda termotivasi dan tergugah jiwanya untuk terus aktif dalam menjaga budaya warisan leluhur agar tetap ajeg. Bagi pihak pasraman diharapkan terus mengoptimalkan pelaksanaan permainan sekar rare guna meningkatkan daya tarik anak-anak dalam mencintai budaya lokal, serta optimalkan penggunaan media online seperti blog dalam rangka memperkenalkan sekar rare. Untuk pemerintah seyogianya terus memfasilitasi pihak pasraman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan khususnya dalam upaya melestarikan tembang sekar rare.

“Budaya akan tetap ajeg, jika rasa cinta terhadap budaya itu ajeg” – Gungde

Referensi


Goleman, Daniel. 2002. Working with Emotional Intelligence (terjemahan).Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama


Lagu sekar rare Kaki Uban tersedia di adhitya-pr4mana.blogspot.com (diakses
pada tanggal 21 Maret 2019)


Pengertian Pasraman tersedia di https://id.wikipedia.org/wiki/Pasraman (diakses
pada tanggal 21 Maret 2019)


Zainuddin. 2008. Inovasi Pendidikan Berbasis Masyarakat: Studi Kasus terhadap
Pesantren Nurul Hakim Kediri. Malang.